Minggu, April 13, 2008

Orang Pintar Pakai Doping Otak

Satu dari lima pembaca majalah Nature - sebagian besar ilmuwan - mengakui mereka menggunakan semacam obat perangsang otak seperti Ritalin, Provigil dan Inderal untuk memacu kemampuan berpikir.

Jajak pendapat yang dilakukan majalah ilmiah Inggris tidak menanyakan bagaimana pendapat pembaca berkenaan dengan atlit profesional, yang menggunakan obat untuk meningkatkan kemampuan fisik.

Namun mereka dimintai pendapat tentang pemikir yang menggunakan perangsang untuk menambah performa kognitif, hampir 80% mengatakan, boleh-boleh saja.

Sementara itu hanya seperlima dari 1.400 responden yang terang-terangan mengaku memakai suplemen atau obat untuk merangsang konsentrasi. Dua pertiga dari responden mengatakan mereka mengetahui koleganya yang memakai suplemen sejenis.

Jika ada risiko sampingan, para pemikir itu mengatakan efeknya masih dalam tatanan normal. Hampir 70% sepakat cara meningkatkan kekuatan otak adalah dengan obat penambah kemampuan kognitif.

Ilmuwan yang ambil bagian dalam survei berasal dari seluruh dunia, namun sekitar 70% di antaranya berdomisili di Amerika. Obat paling populer adalah Ritalin digunakan 62% responden, disusul Provigil 44%, sedangkan Inderal dikonsumsi oleh sekitar 15% responden.

Umumnya mereka sepakat menggunakan lebih dari satu jenis sebagai kombinasi.

Sebagian besar beralasan menggunakan obat untuk menambah konsentrasi jika menghadapi tugas khusus. Alasan populer lainnya adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan karena jet lag.

Hal yang menjadi perhatian adalah intensitas penggunaan. Rata-rata mengatakan menggunakan obat secara harian, mingguan, bulanan bahkan ada yang setahun sekali.

Dalam skala 1 sampai 5, hasil rangsang otak itu rata-rata mendapat poin 3-4. Nilai 1 adalah untuk pengaruh yang paling kecil dan 5 adalah luar biasa.

Setengah dari responden mengatakan tidak menyukai efek sampingnya, namun masih dapat mentolerir.

Pada responden ditanyakan, bisakah anak di bawah usia 18 tahun menggunakan perangsang otak? Sekira 86% mengatakan sebaiknya anak-anak tidak menggunakan. Namun jika siswa lain di sekolah menggunakan perangsang otak, mereka akan memberikannya pada anak-anak.

Survei diselenggarakan Desember 2007 dipimpin profesor ilmu syaraf Barbara Sahakian dari Cambridge. Peneliti mencatat, obat-obatan sejenis makin banyak dipakai oleh mereka yang bukan dari golongan pemikir. Di antaranya adalah pegawai pabrik yang terkena wajib shift dan personel militer.

Menurut Prof Sahakian obat-obatan ini menunjukkan hasil berbeda pada setiap orang. Diibaratkan seperti menyesap kopi, normal atau double espresso.

Di waktu-waktu mendatang, tulisnya, selain pertimbangan keamanan obat juga ditambah kemampuannya agar lebih cespleng.

Walaupun dimuat dalam majalah ilmiah Nature edisi April, hasil jajak pendapat ini dikatakan bukan merupakan penelitian.

Tidak ada komentar: