Sabtu, Maret 29, 2008

Soetrisno Menilai Hubungan SBY-JK Kurang Baik

Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir menilai hubungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) saat ini cenderung kurang baik.

Hubungan mereka terkesan bersaing dan saling menjatuhkan. Pernyataan Soetrisno itu menanggapi berita kedatangan Presiden SBY dari lawatannya ke luar negeri Kamis malam yang tidak dijemput Wapres.Banyak yang menafsirkan,tidak ikutnya Wapres menjemput Presiden karena masalah dua calon Gubernur Bank Indonesia (BI) yang diajukan Presiden ditolak DPR.

Padahal, Golkar yang dipimpin Wapres adalah partai pendukung pemerintah, tetapi dalam kasus pencalonan Gubernur BI, suara Fraksi Golkar dalam rapat paripurna DPR tidak meminta voting ulang hasil Komisi XI. Memang selain Golkar, ada PDIP, PKB, PKS, dan PPP yang tidak menginginkan voting ulang. Namun, posisi Wapres dan Golkar sebagai partai pendukung pemerintah ini menimbulkan persepsi macam-macam.

”Ini yang membuat miris. Bagaimana mungkin Golkar yang memiliki Wapres dan beberapa anggota kabinet malah menyempal layaknya oposisi,” ujar Soetrisno di Jakarta kemarin. Menurut Soetrisno,dia mempunyai catatan,pemerintah sudah dua kali dipermalukan parlemen.

”Saya tak habis pikir, kenapa Partai Golkar berkali-kali berseberangan dengan Presiden SBY.Padahal,Partai Golkar merupakan mitra utama SBY di Kabinet Indonesia Bersatu,’’ katanya. Dia menjelaskan, Presiden dan Wapres adalah pemimpin negara yang diberi mandat rakyat untuk bersatu menyejahterakan rakyat selama lima tahun. Keduanya harus menyatu dan saling mendukung sehingga tidak muncul kesan ada dua nakhoda dalam kepemimpinan nasional.

”Tapi bagaimana masalah rakyat diurus kalau antara partai Presiden dan partai Wapres malah saling menjatuhkan?” cetusnya. Dalam kasus pemilihan calon Gubernur BI, lanjut Soetrisno, PAN bukan membela SBY atau Partai Demokrat, tapi menjaga kelangsungan pemerintahan negara supaya tidak kolaps.

”Karena itu, PAN memilih bersikap satu suara dengan pemerintah dengan mendukung calon Gubernur BI yang diajukan Presiden,”ujarnya. Soetrisno memprediksi, pascapenolakan dua calon Gubernur BI, Posisi SBY ke depan akan semakin kritis dan ditinggalkan Partai Golkar, termasuk juga fraksifraksi lain.

Ia mencium gelagat bahwa Golkar dan PDIP akan memotori fraksi-fraksi lain agar parlemen membuat syarat pengajuan calon presiden lebih berat. ”Usulan yang dirancang adalah 25–35% suara nasional. Ini yang menurut saya sebagai strategi Golkar untuk menjegal SBY dan Partai Demokrat,”tandasnya.

Senada dengan Soetrisno, pengamat politik CSIS Indra J Piliang menilai saat ini ada delegitimasi politik dari beberapaparpolterhadapPresiden SBY agar peluangnya menghadapi suksesi 2009 tipis. ”Sikap delegitimasi itu bisa kita lihat kalau Presiden ke luar negeri. Dalam situasi itu seolah-olah simbol kepresidenan SBY di dalam negeri hilang,”ungkapnya.

Selain itu, dia juga sepakat bahwa persyaratan yang berat dengan mencapai 30% suara nasional untuk maju sebagai calon presiden merupakan upaya menjegal SBY. ”Seolah-olah memang ada penjegalan jika nanti persyaratan benar-benar sebesar itu,”ucapnya. Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum membantah hubungan SBY-JK mengalami keretakan.

Menurut Anas, saat ini tidak ada hal yang sifatnya substansial untuk menyimpulkan bahwa antara Presiden dan Wapres telah terjadi keretakan. ”Masalah JK tidak ikut menjemput Presiden itu kan hal biasa.Tidak ada apa-apa saya kira,”ungkapnya. Bahkan, terkait beberapa kebijakan Presiden yang tidak didukung partai Wapres (Golkar),Anas keberatan jika hal tersebut dikatakan sebagai wujud perpecahan SBYJK. Karena itu,Anas yakin kepemimpinan keduanya tetap kompak sampai berakhirnya amanat yang diemban.

”Saya yakin beliau-beliau (SBY-JK) tetap kompak hing- ga 2009,”tandasnya. Anas berpendapat, hal yang wajar ketika dalam dinamika ada perbedaan sikap politik antara Partai Golkar dan Partai Demokrat. Namun, itu tidak otomatis ada perseteruan antara Presiden dan Wapres. Atas dasar itulah Partai Demokrat tidak menganggap bahwa perbedaan sikap politik antara Golkar dan Demokrat seperti yang akhir-akhir ini terjadi sebagai perpecahan dwitunggal SBY-JK. Apalagi jika dinyatakan bahwa perbedaan itu sebagai upaya Golkar menjegal SBY dan Demokrat.

”Kita sama sekali tidak merasa dijegal. Karena kami juga sangat yakin adanya naik turunnya sikap politik parpol. ”Kalaupun misalkan Golkar sekarang ini mewacanakan persyaratan 30%,kanbelum tentu juga pada akhirnya tetap dengan jumlah itu. Karena jumlah itu juga bukan hanya memberatkan kami, tapi memberatkan Golkar juga,”cetusnya.

Bantahan sama disampaikan Sekjen Partai Golkar Soemarsono. Menurut dia, adanya beberapa perbedaan sikap politik antara Partai Golkar dan Partai Demokrat adalah hal yang wajar dalam demokrasi. Soemarsono juga membantah bahwa sikap Golkar terkait pencalonan Gubernur BI telah mengkhianati pemerintah. Dari awal, fraksinya di Komisi XI sama sikapnya dengan Partai Demokrat.

”Tapi dalam pemungutan suara (voting) di komisi kan kita kalah.Jadi kalaupun dalam paripurna kita berbeda, itu lebih dikarenakan kita menghormati mekanisme pengambilan keputusan di DPR,”ujarnya. Lebih lanjut, Soemarsono mengatakan bahwa hubungan antara SBY dan JK hingga saat ini baik-baik saja.”Tidak benar itu. Beliau masih kompak dan baik-baik saja,” sebutnya. (rahmat sahid)

Tidak ada komentar: